Total Pageviews

Friday 20 May 2011

Sekali Lagi Tentang Facebook

Sekali lagi saya ingin menulis tentang Facebook. Tulisan sebelumnya saya sudah tulis di blog sebelumnya tapi masih dalam rangka recovery data, jadi belum bisa ditampilkan di sini. Nanti digabung di sini, soalnya sepertinya topiknya menarik sehingga banyak tanggapan dari teman-teman.

Tidak seperti di tulisan saya sebelumnya yang mengupas sejarah singkat dan efek samping sosial dari jaringan sosial, termasuk juga efek psikologi masa dari jejaring ini, kali ini saya akan menulis berdasarkan pengalaman pribadi. Yang tentu saja diharapkan lebih berarti bagi saya dan kawan-kawan pembaca setia blog saya kelak. Karena ini pengalaman yang benar-benar terjadi.

Seperti yang sudah saya katakan, saya tidak akan meminjam teori konspirasi tingkat tinggi Yahudi atau Amerika (yang terlalu jauh bagi wawasan dan pikiran saya yang sederhana), saya hanya mengajak teman-teman yang saya sayangi untuk membatasi berkegiatan berFB ria. Karena beberapa alasan di bawah ini, yang saya renungkan berdasarkan pengalaman saya sendiri.

1. FB jadi ajang "show off":

Sudah jadi rahasia umum bahwa jejaring sosial ini, atau jejaring apapun yang diniatkan untuk menampilkan sesuatu. Selain memang untuk menginformasikan sesuatu yang bermanfaat juga sering digunakan untuk mengunjukkan bahwa : saya punya, saya pernah ke sini atau ke sana, saya suka ini atau itu. Kegiatan seperti ini ternyata berpotensi menebalkan pikiran bahwa : orang lain itu (kamu,lian) tidak punya, belum pernah ke sini atau tidak suka yang saya suka.

Ujung-ujungnya adalah kesombongan halus yang tak terasa akan menjadi besar. Saya pernah memajang foto saya berlibur di Hong Kong, ketika mau diuplod, saya kepikiran apa itu akan terkesan sombong, tapi setelah diupload dan di komentarin orang, rasa risih sombong itu seakan-akan diampuni orang dengan pujian orang dan 'jempoler'. Bahayanya adalah ketika saya mengupload foto liburan lain di Thailand, saya sudah tak takut dikira sombong lagi tapi malah nungguin dipuji orang dan dijempoli orang. Sekarang saya sudah membatasi untuk aplod-mengaplod foto-foto untuk niat pujian ini.

Ingat : segala pujian adalah milik-Nya.

2. Foto-foto di FB kadangkala berisi kebohongan

Saya masih teringat akan teman saya Nona X (tadinya Nyonya X), yang tadinya mempunyai keluarga kecil dengan dua anak, yang suka memajang foto-foto keluarganya. Foto keluarga biasa saja, ada yang di pantai, tempat liburan  atau sekedar kumpul-kumpul ketika lebaran. Foto-fotonya membuat iri, karena terlihat harmonis. Suaminya kadang di beberapa foto menunjukan kemesraan.

Tapi apa yang saya dengar kemudian, rumah tangga mereka hancur. Setelah saya tanya lewat telepon khusus malam-malam. Si Nona ini, dengan terisak-isak, bilang bahwa bahtera rumah tangganya memang selalu digoyang badai. Badai itu juga kadang datang kala foto-foto keluarga dihasilkan. Dia dengan jujur bahwa foto-foto itu dusta. "For the sake of Photography and style, we should pose decently ".  Mereka kini sudah bercerai dan akun FB mantan kedua pasutri itu sekarang sudah mereka hapus.

Ada kisah lain yang agak lucu. ( pro : mbak Y di Surabaya makasih buat ijinin ceritanya jadi inspirasi). Saya punya temen yang jago ngejahit baju, keahliannya sudah dikenal ke mana-mana. Sangat kreatif, bisa jahit apa saya termasuk yang gak perlu (saya pake kata-kata temen saya itu langsung hehe). Hasil jahitannya itu kalo udah jadi langsung diupload di FB. Keren memang apalagi keterampilan memotonya bertambah seiring seringnya moto pakaian. Fotonya saja sekarang sudah hampir seratusan. Satu album dia dedikasikan dan selalu  diupdate seiring selesainya jahitan baru.

Nah belakangan dia baru sadar, setelah menjahit beberapa baju buat teman-temannya, dan ngasih hadiah hasil jahitan buat temen2nya termasuk sahabat onlinenya seperti saya, dia baru benar2 tersadar bahwa tak pernah satu kalipun dia buat jahitannya buat suaminya, jangankan baju, menjahit buat benerin kancing yang lepas aja belum pernah.

Ketemu masalahnya kan kawan, jadi foto-foto itu bukan merepresentasikan apa yang terjadi dan apa yang sepatutnya terjadi. Meskipun kawan saya sekarang sudah sadar dan katanya sudah  bikin jahitan spesial buat suaminya, dia bilang pujian dan jempol itu bisa jadi racun dan membutakan mata hati kalo gak hati-hati. Bersyukur dia sadar dan mereka rukun-rukun. Tapi kita sebagai pemirsa mana tahu di balik foto yang manis dan colourful ada kenyataan lain yang tak sepatutnya.

3. Yang ini bener-bener pengalaman pribadi

Saya jadi neurotik. Ketika saya mempos sesuatu, baik itu status atau photo. Saya selalu kepikiran setelahnya, siapa saya yang sudah melihat atau ngasih komentar. Kegiatan menunggu ini membuat saya nggak produktif, rencana mau buang sampah atau sekedar mau beli penganan ke luar saya tunda karena menunggu atau mengomentari komentar.

Apalagi sebagai seorang ibu rumah tangga yang punya tanggung jawab alamiah. Untuk ngurusin anak, belanja atau sekadar nyiram tanaman. Asli saya harus jujur saya harus memilih keluar karir sebagai FBer sejati, gak sempet waktunya. Saya kagum sama temen yang masih sempet ngeblog, jadi FB sejati dan RTnya adem ayem, pasti orang itu super deh. Saya harus jujur saya gak bisa.

Ya karena pilihan itu tadi, saya akan memprioritaskan kerjaan saya di rumah. Menikmati hari yang tenang tanpa kepikiran si anu tadi salah tangkep komen saya etc. Saya buka FB tapi sekedarnya, sekarang saya rajin lagi membaca dan menulis.

Nah sekian dulu teman-teman karena saya harus beli makanan buat akhir minggu. Kegiatan blogging juga sudah sepatutnya kita kontrol juga. Salam buat semuanya.

No comments:

Post a Comment